Jakarta, CNBC Indonesia - Kuartal pertama tahun 2021 resmi berakhir kemarin. Sepanjang tiga bulan pertama tahun ini harga batu bara mencatatkan kinerja yang apik dengan apresiasi yang cukup signifikan dengan kenaikan hampir 11%.
Pada perdagangan terakhir kuartal satu kemarin, Rabu (31/3/2021) harga kontrak batu bara termal ICE Newcastle yang aktif ditransaksikan di bursa berjangka naik 1,86%. Dengan kenaikan tersebut harga batu bara kembali tembus US$ 90/ton atau tepatnya di US$ 90,45/ton.
Ada beberapa faktor yang mendukung penguatan harga batu bara. Semua ini karena China. Di Negeri Panda ketatnya pasokan batu bara domestik membuat harga batu bara lokal naik signifikan.
Pemerintah China akhirnya memutuskan untuk membuka keran impor, kecuali dari Australia karena keduanya bersitegang. Kebetulan di kuartal pertama juga bertepatan dengan momentum musim dingin dan perayaan tahun baru Imlek.
Biasanya kebutuhan listrik meningkat sehingga turut mengerek permintaan batu bara sebagai bahan bakar. Selain itu prospek pertumbuhan ekonomi yang lebih baik juga membuat harga komoditas termasuk batu bara beterbangan.
Adanya stimulus baik fiskal dan moneter juga menjadi pemicu tren bullish harga komoditas.
Saat ekonomi lesu dan resesi dihantam pandemi, bank sentral memangkas suku bunga acuan dan pemerintah menerapkan kebijakan fiskal ekspansif yang salah satunya ditujukan untuk pembangunan infrastruktur.
Pembangunan infrastruktur tentunya akan membutuhkan berbagai komoditas terutama yang berasal dari hasil tambang, tak terkecuali untuk batu bara jenis metalurgi (kokas) yang banyak digunakan untuk pembuatan baja.
Potensi kenaikan permintaan komoditas ini membuat tahun 2021 dijuluki era commodity supercycle. Adanya tanda-tanda commodity supercycle membuat para pelaku pasar memborong berbagai kontrak komoditas.
Adanya inflow dana ke kontrak komoditas membuat harganya di bursa berjangka juga beterbangan, seperti halnya harga batu bara.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
(twg/twg)
Luar Biasa! Q1 Harga Batu Bara Naik 11% & Tembus US$ 90/ton - CNBC Indonesia
Ngelanjutin Artikel nya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar