TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan pemerintah menetapkan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM), atau kelompok kriminal bersenjata (KKB), sebagai teroris menuai banyak kecaman. Label teroris ditengarai bisa membuat adu senjata antara aparat dan KKB semakin besar.
Menko Polhukam Mahfud Md. menyebut keputusan pemerintah kali ini sudah matang dan ia menganggap biasa jika ada pihak yang kontra terhadap keputusan pemerintah tersebut.
"Kontroversi itu sudah biasa. Ada yang setuju dan tidak setuju, itulah perlunya hidup di dalam negara demokrasi. Kalau semua keputusan pemerintah disetujui, itu totaliter. Silakan saja (tidak setuju), tapi mohon dipahami karena yang mendukung juga banyak," ujar Mahfud lewat rekaman suara yang diterima Tempo, Senin, 3 Mei 2021.
Mahfud kemudian menyebut pihak yang mendukung keputusan pemerintah memasukkan KKB dalam daftar teroris di antaranya Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). "Sehari sebelum kami umumkan, Ketua PBNU meminta kepada pemerintah mohon masukkan mereka ke dalam kelompok teroris," ujar dia.
Sejumlah pakar seperti Guru Besar Hukum Internasional di Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana dan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat serta Ketua Majelis Permusyawaratan Indonesia Bambang Soesatyo juga disebut mendukung keputusan ini.
Pemerintah menetapkan kelompok bersenjata di Papua sebagai teroris pada Kamis, 29 April lalu. Mahfud Md. menyatakan aksi kekerasan oleh kelompok itu telah memenuhi unsur tindak pidana terorisme sesuai dengan Undang-Undang Tindak Pidana Terorisme. Mahfud mengatakan pemberantasan terorisme di Papua tidak dilakukan
terhadap rakyat Papua, melainkan terhadap segelintir orang yang melakukan pemberontakan.
Menurut Mahfud, teroris merupakan orang yang melakukan tindakan kekerasan dan ancaman kekerasan terhadap masyarakat yang menimbulkan suasana teror. KKB dinilai melakukan tindakan-tindakan yang merupakan terorisme itu. "Itulah terorisme. Bandara dikepung, kalau ada pesawat ditembak. Pesawat datang dibakar, sekolah dibakar, orang dibakar," ujar Mahfud.
Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Rivanlee Anandar, menganggap label teroris hanyalah upaya pemerintah mempersempit pandangan terhadap problem panjang di Papua. Menurut dia, pemerintah hanya menganggap masalah di Papua sekadar keamanan. "Negara justru mengabaikan sejumlah masalah pokok," kata Rivanlee.
Menurut dia, permasalahan di Papua bersifat kompleks, dari kesenjangan sosial-ekonomi hingga akses pemenuhan hak-hak dasar yang berbeda dengan wilayah di luar Papua. Kondisi tersebut membuat masyarakat asli Papua menyuarakan keadilan kepada negara. Dengan kata lain, kata Rivanlee, predikat teroris tak lebih sebagai upaya pemerintah membungkam suara warga Papua menuntut keadilan.
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati mengatakan, pendekatan militeristik yang digunakan pemerintah dalam kasus ini hanya akan mengafirmasi konflik dan potensi munculnya korban dari kalangan sipil. Asfinawati berharap pemerintah mengutamakan keselamatan sipil dalam situasi ini. Dia meminta pelabelan teroris terhadap TPNPB-OPM atau KKB dianulir dan mengupayakan dialog. "Pemerintah harusnya dalam setiap tindakan memikirkan potensi jatuhnya korban. Dimana hati nurani kita pada warga sipil di sana?," ujar Asfinawati saat dihubungi Tempo, Senin, 3 Mei 2021.
DEWI NURITA
Baca: Kecam Label Teroris ke KKB, Benny Wenda Ajak Jokowi Cari Solusi Damai
Cap Teroris KKB Dikecam, Mahfud Md: Kontroversi Biasa, yang Dukung juga Banyak - Nasional Tempo
Ngelanjutin Artikel nya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar