TAJUK RENCANA
Pemerintah Kota Semarang telah dan akan melibatkan para seniman untuk membangun identitas kota. Sebelumnya, Pemkot melibatkan pematung Ponco Widianto dan Hasto Edi Setiawan serta pendesain komunikasi visual Gunawan Triwibowo ketika membuat patung Kapten Czi Pierre Tendean. Tentu pembuatan taman dan ruang terbuka hijau dilengkapi patung masih akan terus dilanjutkan. Kini sedang dilakukan studi dan perencanaan agar segalanya terwujud dengan tepat dan indah.
Hanya, jangan sampai Pemerintah Kota Semarang membuat identitas kota yang biasa-biasa saja. Yang perlu dilakukan, dengan melibatkan para ahli tentu saja, mengidentikasi terlebih dulu apa yang disebut dengan identitas Semarang. Identitas Semarang itu bukan sekadar Lawang Sewu, Kelenteng Sam Poo Kong, Stasiun Tawang, Kota Lama, dan bangunan-bangunan di kawasan Pecinan. Indentitas itu selain yang bersifat fisik juga bersifat rohani. Selain yang material juga imaterial.
Baiklah memang Dinas Perumahan dan Kawasan (Disperkim) Kota Semarang akan membuat patung-patung dan elemen-elemen kota baru yang dilengkapi dengan taman kota yang berfungsi sebagai ruang terbuka hijau. Akan tetapi perlu didetailkan dulu patungpatung macam apa yang bakal dibuat? Hanya patung pahlawan perjuangan? Apakah tidak perlu dipikirkan pula membuat patungpatung berbasis profesi lain? Misalnya saja tidak tertarikkah membuat patung novelis Nh Dini yang telah mengharumkan Kota Semarang?
Yang juga tak kalah menarik adalah memikirkan ikon yang bersifat rohani. Praha adalah sebuah kota yang sangat memperhatikan ikon rohani. Karena Praha memiliki sastrawan besar bernama Franz Kafka, mereka membuat patung Kafka di pusat kota. Ada juga Museum Kafka dan Restoran Kafka. Tak hanya itu. Di Praha (Ceko) dan Berlin (Jerman) juga ada identitas kota yang lain yakni “acara melacak jejak Kafka”. Mengapa tak kita coba bikin acara melacak jejak Nh Dini dan Ki Nartosabdho? Jika bisa, ini akan jadi ikon kota tak biasa.
Tentu kita bisa mengidentifikasi terlebih dulu nama-nama tokoh Semarang yang seluruh kehidupan mereka bisa dilacak ulang, bisa diteladani, bisa dicari di mana lahir, sekolah, dan berjuang di bidang masing-masing. Setelah itu, kita bisa bikin patung-patung mereka di aneka taman. Jika Praha bisa menyebut kotanya sebagai The City of K, bukan tidak mungkin Semarang karena hendak mengikonkan Ki Nartosabdho atau Nh Dini, menyebut diri sebagai The City of Dini atau The City of Narthosabdho.
Sebenarnya ikon kota juga bisa ditunjukkan dengan nama-nama jalan. Semarang, misalnya, bisa memelopori dengan membuat nama-nama jalan bertolak dari nama-nama budayawan yang mengharumkan nama Semarang. Karena itulah, jika disetujui, ubahlah beberapa nama jalan (atau jalan baru) dengan nama-nama budayawan. Beri nama jalan-jalan itu sebagai Jalan Ki Nartosbadho, Jalan Nh Dini, Jalan Darmanto Jatman, dan nama-nama lain yang memiliki karya-karya agung. Ini juga akan menjadi ikon kota yang spesial.
Identitas Kota yang Tak Biasa - Suara Merdeka CyberNews
Ngelanjutin Artikel nya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar