Sudah dua tahun berlalu sejak dunia dihantam pandemi COVID-19 yang bermula di Wuhan, China. Sejak saat itu, China memberlakukan aturan yang super ketat dan banyak pembatasan untuk mengekang virus Sars-CoV-2 penyebab COVID-19.
Namun di saat banyak negara mulai melonggarkan aturan, China tetap pada strategi 'zero COVID', membuat negara itu akan mengunci wilayah yang mengalami lonjakan kasus. Saat ini, negara Tirai Bambu itu kembali mengalami kenaikan kasus sehingga harus menempatkan warganya tinggal di rumah.
Kebijakan China untuk mengatasi COVID-19 ini dipuji dunia, namun dianggap memberatkan bagi sebagian besar warganya. Penguncian massal dan pengujian wajib berulang telah menyebabkan meningkatnya frustrasi di seluruh China.
Dikutip dari Reuters, Rabu (23/3/2022), dalam rekaman yang dibagikan di media sosial pekan lalu, kerumunan orang di Shenyang menggedor jendela di pasar pakaian saat mereka berteriak frustasi atas pengumuman akan diadakannya lagi tes massal COVID-19.
Yang lain telah menyuarakan frustasi pada platform media sosial China, Weibo.
"Tolak karantina!" tulis satu pengguna.
"Pilek biasa lebih serius dari ini (COVID-19)! Badan pengujian ingin ini terus berlanjut. Perusahaan vaksin ingin menyuntik selamanya," keluh pengguna lainnya.
Warga juga mengeluhkan sifat aturan yang sewenang-wenang dari komite perumahan. Di Yanjiao, Hebei, tempat asrama bagi para pekerja di Beijing, banyak penduduk berjuang untuk pulang di tengah penguncian yang ketat.
Gambar yang dibagikan secara online, banyak di antaranya telah dihapus, menunjukkan penduduk mengantri di tengah salju tebal untuk hasil tes agar bisa keluar dari ibu kota. Postingan tersebut menuai ratusan komentar.
"Sudah tiga tahun sejak wabah dan pemerintah masih sangat tidak efektif dalam menanganinya - pemerintah malas untuk mengabaikan hidup dan mati orang-orang," kata seorang netizen, dengan nama pengguna Aobei.
Simak Video "China Terus Lanjutkan 'Strategi Nol Kasus' Lawan Covid-19"
[Gambas:Video 20detik]
(kna/naf)
Warga China Frustasi Lockdown Melulu: Pilek Biasa Lebih Parah dari COVID! - detikHealth
Ngelanjutin Artikel nya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar