Jakarta, CNBC Indonesia - Lampu kuning perekonomian Indonesia sudah menyala. Hal ini terlihat dari realisasi inflasi yang baru saja diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) akhir pekan lalu.
Inflasi pada Juni 2022 tercatat 0,61% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Inflasi tahun kalender adalah 3,19%
Secara tahunan (year-on-year/yoy), inflasi Juni 2022 berada di 4,35%. Lebih tinggi dibandingkan Mei 2022 yang 3,55% sekaligus jadi yang tertinggi sejak Juni 2017.
Sementara itu, inflasi inti mencapai 2,63% dan harga yang diatur pemerintah 5,33% serta yang bergejolak 10,3%.
Perkembangan tersebut terutama dipengaruhi oleh inflasi aneka cabai, bawang merah, dan telur ayam ras akibat kondisi cuaca dengan curah hujan tinggi di sejumlah sentra produksi yang mengganggu produksi dan peningkatan harga pakan.
Simak pandangan sederet ekonom tersebut:
1. David Sumual, Kepala Ekonom PT BCA Tbk
Menurut David, realisasi inflasi terakhir sudah berada di atas asumsi pemerintah yaitu 2-3%. Begitu juga dengan Bank Indonesia (BI) yang tadinya memperkirakan inflasi mencapai 4,2%.
"Ini sudah lebih tinggi dan perlu jadi perhatian khusus, khawatir inflasi seperti di AS (Amerika Serikat)," ungkapnya kepada CNBC Indonesia.
AS mulai alami kenaikan inflasi sejak tahun lalu. Kondisi tersebut tadinya dianggap wajar, namun berjalan waktu, inflasi terus menanjak hingga ke level 8,6%. Bahkan ketika suku bunga acuan naik secara agresif, inflasi pun tak berhasil dijinakkan.
Komoditas yang perlu diperhatikan, kata David adalah energi dan pangan. Namun kekhawatiran akan energi lebih rendah sebab pemerintah sudah mengeluarkan dana sebesar Rp 520 triliun untuk subsidi.
"Tapi memang sulit dikendalikan pangan. Pupuk juga udah naik, di global akan mempengaruhi harga beras, dan sekarang masih relatif stabil," ujarnya.
David memandang inflasi bisa bergerak ke level 5%. Secara historical, 5 tahun terakhir inflasi tersebut terbilang tinggi. Akan tetapi memang dibandingkan sederet negara lain, inflasi Indonesia masih terkendali.
2. Eko Listiyanto, INDEF
Eko menuturkan inflasi Indonesia belum dalam level bahaya. Walaupun pemerintah dan Bank Indonesia (BI) juga perlu waspada akan kemungkinan harga pangan.
Selain ada efek menipisnya pasokan, harga pangan juga bisa melonjak karena pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Beberapa komoditas pangan tanah air mengandalkan impor, seperti kedelai, bawang putih, daging sapi, hingga pakan ternak.
"Sehingga mengendalikan nilai tukar sesuai target APBN 2022 sebesar 14.350/USD juga penting," jelasnya.
Eko merekomendasikan agar ada kenaikan suku bunga acuan secara bertahap untuk meredam inflasi. Di sisi lain, ketersediaan pangan harus cukup dan merata di seluruh Indonesia.
Beda 5 Ekonom RI Soal Inflasi RI, Gawat atau Biasa Saja Sih? - CNBC Indonesia
Ngelanjutin Artikel nya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar