Rechercher dans ce blog

Sabtu, 27 Januari 2024

Bukan Bengkel Sepeda Biasa, Ini Tempat Anak Muda Dulang Cuan Sambil Nongkrong - detikFinance

Jakarta -

House of The Rising Sun bukan bengkel sepeda biasa. Selain menjual sepeda impor dan menyediakan jasa reparasi, ia menjadi hub alias titik temu berbagai komunitas sepeda. Sebuah contoh nyata dari peribahasa 'banyak berteman banyak rezeki'.

Matahari sudah tenggelam di ufuk barat ketika tiga sekawan melangkah perlahan melewati Jalan Panglima Polim, Jakarta Selatan. Setelah 15 menit berjalan, dengan nafas sedikit termegap-megap, Rizka, Indra, dan Tata akhirnya tiba di depan sebuah bengkel sepeda.

Namun ada yang tidak biasa, jika bengkel maupun toko sepeda terletak di dalam ruko, toko berjenama House of The Rising Sun (HOTRS) ini justru berbentuk rumah atau paviliun kecil. Selain menyediakan jasa reparasi, bengkel tersebut menjual sepeda impor dan cenderamata (merchandise) yang menarik mata, mulai dari kaos, sepatu, sampai tumbler.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Lucu banget," ucap Indra sembari berkeliling dan memotret sejumlah rangka sepeda yang tertempel di dinding.

"Iya, aku beberapa kali servis sepeda sambil nongkrong di sini. Enak, kan?" beber Tata.

House of The Rising Sun, Bukan Bengkel Sepeda BiasaHouse of The Rising Sun, Bukan Bengkel Sepeda Biasa Foto: Dok. Istimewa

Kepada detikcom pada Jumat malam (27/1/2024), tiga founder dan owner HOTRS, bersedia meluangkan waktu untuk berbagi kisah tentang usaha mereka. Ketiganya adalah Gibran, Mamat, dan Ditto. Satu founder lain, yakni Golo berhalangan hadir.

Mamat awalnya berkisah, bahwa HOTRS berdiri pada masa pandemi Covid-19, tepatnya sejak November 2020. HOTRS berdiri karena empat sekawan itu memiliki cita-cita untuk mempunyai sebuah toko yang tidak hanya mendulang cuan, tapi menjadi tempat bagi semua pesepeda untuk berkawan.

Gibran, Mamat, Ditto, dan Golo sudah hobi bersepeda sejak 2010. Kala itu, sebuah sepeda dengan sistem penggerak yang hanya memiliki satu gir tetap pada roda belakang alias fixed gear, ramai digunakan anak muda. Musababnya, sejumlah film seperti Premium Rush (2012) dan To Live & Ride in L.A. (2010) muncul di permukaan. Film itu mengisahkan tentang kehidupan kurir sepeda (messenger bike) yang berjibaku di jalan raya menggunakan fixed gear yang notabene tak memiliki rem. Manuver para kurir di jalan raya memacu adrenalin mereka yang menontonnya.

"Di Indonesia, tren fixed gear itu masuk lewat sejumlah anak muda yang sempat berkuliah atau bekerja di luar negeri. Nah, karena dulu tidak ada parts-nya dulu kita semua merakit sendiri. Sampai akhirnya muncul berbagai toko sepeda yang menjual sepeda fixie, wah itu booming banget," tutur Mamat.

House of The Rising Sun, Bukan Bengkel Sepeda BiasaHouse of The Rising Sun, Bukan Bengkel Sepeda Biasa Foto: Dok. Istimewa

Mamat sempat bekerja di sebuah toko sepeda bernama Rocket Company di Kawasan SCBD, Jakarta Pusat. Namun, karena perubahan tren yang sangat cepat, tren fixed gear lambat laun meredup. Berbagai toko sepeda yang sempat menjamur satu per satu tutup.

"Gue waktu itu berpikir, di mana ya salahnya? Padahal tren itu tetap ada, kok langsung tutup semua. Momentum kelesuan fixie itu membuat gue dan teman-teman berpikir, suatu hari kita harus mencari cara agar bisa menjaga permintaan kalau punya toko sepeda. Harus bisa," sambung Gibran.

Tren meroket saat COVID-19. Cek halaman berikutnya.

Adblock test (Why?)


Bukan Bengkel Sepeda Biasa, Ini Tempat Anak Muda Dulang Cuan Sambil Nongkrong - detikFinance
Ngelanjutin Artikel nya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Panwasrah: PON beri dampak ekonomi yang luar biasa untuk tuan rumah - ANTARA

[unable to retrieve full-text content] Panwasrah: PON beri dampak ekonomi yang luar biasa untuk tuan rumah    ANTARA Panwasrah: PON beri d...