Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengklaim Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) tidak merisaukan sejumlah kritik hingga fitnah yang ditujukan kepadanya.
Salah satunya terkait kritik yang baru-baru ini dilontarkan oleh Budayawan Jawa Butet Kertaradjasa.
"Bapak selama ini ya baik-baik saja, biasa-biasa saja ya," kata Ari di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Selasa (30/1).
Ari mengklaim Jokowi sudah terbiasa dengan segala macam kritik hingga pernyataan yang menjurus ke fitnah selama dua periode kepemimpinannya.
"Sudah sering lah Pak Jokowi terima sindiran, bahkan banyak hal dari 2014 kan--hoaks, ujaran kebencian--bahkan hal lain, fitnah," ujar Ari.
Berbeda dengan klaim Koorstafsus Presiden, organisasi relawan Jokowi sejak 2014 silam, Projo, justru melaporkan Butet atas pernyataannya tersebut ke kepolisian.
Ketua Relawan Projo DIY Aris Widihartanto melaporkan Butet ke Mapolda DIY pada Selasa (30/1).
Laporan terhadap Butet terdaftar dengan nomor STTLP/114/I/2024/SPKT/Polda DIY. Butet diduga melanggar Pasal 315 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP.
Adapun laporan itu terkait pernyataan Butet saat tampil memberikan orasi serta pantun dalam agenda kampanye capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo di Alun-alun Wates, Kulon Progo, DI Yogyakarta, Minggu (28/1).
Butet menyebut banteng-banteng yang diasosiasikan sebagai PDIP tersakiti oleh Jokowi. Ia juga mengatakan Jokowi selalu ngintili atau membuntuti kampanye Ganjar da membuat peserta kampanye menyebut 'wedus'.
Menurut Aris, pantun yang dibacakan Butet saat kampanye Ganjar itu tidak elok. Ia berpendapat Butet sebagai budayawan mestinya bisa memberikan contoh yang baik, terutama untuk generasi muda.
Dikonfirmasi terpisah, Butet mengaku tak merasa terbebani dengan langkah organisasi relawan Jokowi, Projo, melaporkan dirinya ke polisi itu.
"Oh enggak apa-apa, karena Projonya sedang pansos. Panjat sosial dari pantun saya. Ya boleh-boleh saja semua warga bangsa ini boleh melalukan apapun karena itu memang dijamin oleh undang-undang," kata Butet saat ditemui di kediamannya, Kasihan, Bantul, DIY, Selasa (30/1).
Kendati, Butet merasa tak pernah menggunakan kata-kata binatang untuk menghina Jokowi saat memberikan orasi atau pantunnya di acara kampanye kemarin.
"Kata binatang yang mana? Wedhus [kata dalam bahasa Jawa yang arti harfiah atau denotasinya adalah kambing] ? Ha nek ngintil [yang membuntuti] itu siapa? Kan saya cuma bertanya pada khalayak. Yang ngintil [membuntuti] siapa? 'Wedhus' berarti kan yang tukang ngintil [itu] wedhus. Tafsir aja. apa saya sebut nama Jokowi? Saya bilang ngintil kok," ujarnya.
Seniman Butet Kartaredjasa saat ditemui di Jogja Gallery. (CNN Indonesia/Tunggul)
|
Butet menerangkan, pantun yang ia bacakan saat kampanye kemarin memang telah disiapkan. Sementara orasi sebagai pengantar pantun sifatnya spontan.
Dia tak menampik isi pantun itu memang salah satunya dimaksudkan untuk mengkritik Jokowi. Butet mengaku kritik itu dilontarkannya setelah merasa terkhianati sebagai salah satu pendukungnya atau 'Jokower' sejak 2014 lalu.
"Anda tahu semua ini (saya) Jokower sejak 2014 tahu kan. Pendukung, pembela, membantu Pak Jokowi. Ini. Ujungnya jutaan orang kena prank. Ditipu. Ini orang yang mencintai menyayangi Jokowi dan mengingatkan Jokowi. Diingatkan secara sopan secara alus nggak mau dengerin. Alus nggak iso ya rodo kasar setitik. Justru karena saya itu menyayangi Jokowi maka, saya mengkritik mengingatkan," ungkapnya.
Lebih jauh, Butet menganggap apa yang ia sampaikan lewat orasi atau pantun kemarin merupakan suatu cara untuk menyatakan pikiran-pikiran dalam benaknya sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang dijamin negara.
"Saya bisa mengartikulasikan secara bebas melalui media seni, media apapun. Saya seorang penulis saya bisa berekspresi melalui karya tulis entah itu puisi, cerpen, pantun, atau naskah monolog atau di panggung pertunjukan karena saya seorang aktor," katanya.
(khr, kum/kid)Istana Klaim Jokowi Santai atas Sindiran Butet: Selama Ini Biasa Saja - CNN Indonesia
Ngelanjutin Artikel nya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar