Hallo man teman yang setia membaca! Kali ini aku akan nulis sebuah kisah nyata dari seorang yang hidupnya biasa biasa saja meskipun demikian mereka tetap bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan kepadanya. Mau tau kelanjutan dari ceritanya seperti apa? Simak dan baca sampai akhir ya!
Kisah ini adalah kisah nyata dari tetanggaku yang rumahnya tidak terlalu jauh dari rumahku. Beliau ini berasal dari keluarga yang kurang mampu atau bisa dikatakan biasa biasa saja dalam hidupnya. Saya akan tulis sebuah cerita kisah seorang wanita yang tinggal di desaku. Ia bernama Bu Painten. Jarak rumahku dengan beliau tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh juga.
Awal saya kenal beliau karena dulu saya pernah ikut nenek saya ke lahan tanah kosong milik nenek saya yang berada di belakang rumahnya bu painten ini. Karena bu painten ini tidak punya tetangga dekat rumahnya maksudnya samping rumahnya ada rumah tapi tidak dihuni oleh pemiliknya karena sedang merantau, maka saat nenekku pergi ke lahan tanah kosong miliknya yang ingin dibersihkan pasti bu painten ini juga ikut kesana dan saling mengobrol dengan nenekku. Dan rumah bu painten ini berada di ujung timur yang katanya dulu sebelum tetangganya merantau, ramai dan banyak orang akan tetapi suasana itu sudah tidak seperti dulu lagi, yang sekarang tetangganya merantau dan jarang sekali pulang. Selain dari bu painten sendiri yang cerita, nenekku pun juga sering bercerita tentang orang lain termasuk beliau ini yang kehidupannya itu biasa-biasa aja akan tetapi masih tetap bertahan dan bersyukur atas apa yang dimilikinya.
Bu Painten ini sebenarnya bukan asli dari desaku ini yaitu desa keting, melainkan beliau tinggal di sebelah desa yang jauh dari desa ku ini namanya yaitu desa tangar. Jadi sejak kecil beliau tinggal bersama kedua orangtuanya kemudian saat sudah dewasa beliau menikah dan mempunyai satu anak tunggal laki laki. Setelah itu, karena ada alasan tertentu yang menjadikan beliau harus bercerai dengan suaminya. Kemudian singkat cerita beliau ini menikah lagi dengan seorang yang tinggal di desaku ini. Ia bernama pak Jasmen. Setelah menikah bu painten dan anaknya akhirnya ikut tinggal bersama suami barunya di desa ku ini.
Sebelum menikah dengan bu painten, pak jasmen ini tinggal bersama dengan keponakannya di desaku ini. Karena beliau ini tidak memiliki rumah makanya ikut dan tinggal bersama dengan keponakannya. Setelah keponakannya menikah, keponakannya sudah tidak tinggal bersama lagi, keponakannya tinggal bersama istrinya yang rumahnya juga ga terlalu jauh dari rumah nya sendiri. Kemudia setelah menikah, bu painten dan anaknya ikut tinggal di rumah yang ditempati suami barunya tersebut.
Pekerjaan dari pak jasmen ini hanya seorang buruh tani. Beliau juga tidak mempunyai lahan sawah yang berarti beliau harus bekerja di sawah orang lain itupun kalo di suruh oleh orang yang punya sawah. Jadi penghasilan beliau ini dari kerja buruh dan kerja serabutan yang lain. Begitu juga dengan bu painten, beliau ini tidak mempunyai rumah maupun lahan sawah. Rumah yang ada didesat tangar yang dulu ia tempati bersama orangtuanya itu juga bukan rumah asli mereka melainkan rumah milik saudara ibunya. Bu painten juga bekerja sama halnya dengan suaminya yaitu sebagai buruh tani. Meskipun begitu bu painten sekeluarga tidak kenal menyerah dan tetap bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup kelurganya.
Kemudian tiba di suatu hari yang sedang hujan dan genteng rumahnya ada yang bocor dan suami bu painten ini ingin mencoba memperbaiki nya malah menjadikan suami bu painten ini celaka hingga meninggal dunia. Bu painten sangat terpuruk atas musibah yang terjadi. Memang kematian seseorang sudah menjadi takdir yang tidak bisa dihindari.
Setelah meninggalnya suami bu painten, beliau dan anaknya tetap tinggal bersama di rumah milik keponakan suaminya tersebut. Kata beliau, sudah diajak untuk kembali tinggal di desa tangar bersama ibunya tapi bu painten sudah nyaman tinggal di desaku ini meskipun beliau tinggal di rumha keponakan suaminya yang memang bukan miliknya sendiri. Akan tetapi Keponakan suaminya pun sudah bilang kalo tetap mau menempati rumahnya silahkan daripada tidak ada yang menempatinya sehingga bu painten dan anaknya bersyukur keponakannya masih baik dengannya untuk tetap menempati rumah tersebut. Meskipun rumahnya ini terbuat dari kayu seperti rumah jaman dulu tapi bu painten tetap bersyukur masih diberikan tempat tinggal.
Dan bu painten kini menjadi tulang punggung keluarga untuk menghidupi kebutuhannya sendiri dan anaknya. Dengan bekerja serabutan dan buruh tani yang penghasilannya tidak tetap. Bahkan rela bekerja di sawah yang jauh banget dari rumahnya sebagai buruh tani. Berangkat subuh dan pulang saat maghrib jika bekerja di sawah yang tempatnya itu jauh sekali dari rumahnya. Dengan menggunakan kendaran sepeda jaman dulu yaitu sepeda kayuh yang selalu ia gunakan untuk bekerja karena beliau tidak mempunyai kendaraan bermotor. Bahkan anak laki-lakinya juga tidak punya kendaraan sepeda motor yang mana semua teman seusianya semuanya rata-rata punya namun hebatnya beliau tidak iri dengan itu semua. Bu painten juga pernah bilang saat dulu anaknya minta dibelikan sebuah handphone beliau harus bekerja dulu agar bisa mendapatkan uang untuk membelikan sebuah hanphone untuk anaknya bahkan sampai harus berhutang ke tetangganya. Dan alhamdulillahnya beliau mendapatkan subsidi dari pemerintah yaitu berupa beras sembako dan bahan pokok yang lainnya yang bisa ia gunakan untuk mencukupi kebutuhannya keluarganya. Meskipun pencairan BPNT dari pemerintah tersebut lama yang terkadang 3 bulan sekali baru cair akan tetapi bu painten ini sangat mensyukuri apapun itu yang diberikan oleh Allah SWT.
Bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan kepada kita akan jauh lebih baik dan terasa indah. Bahkan masih banyak orang lain yang sudah punya segalanya tapi lupa rasa syukurnya.
Sekian terimakasih sudah membaca artikel ini sampai akhir..
VIDEO PILIHAN
Bersyukur atas Kehidupan yang Biasa-Biasa Saja - Kompasiana.com - Kompasiana.com
Ngelanjutin Artikel nya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar